NAMA :INGE
YULENSA PUTRI
KELAS :
EKSTENSI ELEKTRO-B
MATA KULIAH :
AGAMA
TUGAS :
ARTIKEL SUMBER-SUMBER AJARAN ISLAM
TANGGAL :
13 OKTOBER 2013
SUMBER-SUMBER
AJARAN ISLAM
A. SUMBER AJARAN ISLAM PRIMER
1.
Al Qur’an
Secara
etimologi Alquran berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qiraa’atan, atau qur’anan
yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-dlammu). Sedangkan
secara terminologi (syariat), Alquran adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan
kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam,
diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas. Dan menurut
para ulama, Alquran adalah Kalamullah yang diturunkan pada rasulullah dengan
bahasa arab, merupakan mukjizat dan diriwayatkan secara mutawatir serta membacanya
adalah ibadah.
Pokok-pokok kandungan dalam
Alquran antara lain:
a)
Tauhid, yaitu kepercayaan ke-esaann Allah SWT dan
semua kepercayaan yang berhubungan dengan-Nya.
b) Ibadah, yaitu semua bentuk perbuatan sebagai
manifestasi dari kepercayaan ajaran tauhid.
c) Janji dan ancaman, yaitu janji pahala bagi orang
yang percaya dan mau mengamalkan isi Alquran dan ancaman siksa bagi orang yang
mengingkari.
Kisah umat terdahulu, seperti para Nabi dan Rasul dalam menyiaran
syariat Allah SWT maupun kisah orang-orang saleh ataupun kisah orang yang
mengingkari kebenaran Al-Quran agar dapat dijadikan pembelajaran.
Al-Quran
mengandung tiga komponen dasar hukum, sebagai berikut:
a.
Hukum I’tiqadiah, yakni hukum yang mengatur
hubungan rohaniah manusia dengan Allah SWT dan hal-hal yang berkaitan dengan
akidah/keimanan. Hukum ini tercermin dalam Rukun Iman. Ilmu yang mempelajarinya
disebut Ilmu Tauhid, Ilmu Ushuluddin, atau Ilmu Kalam.
b.
Hukum Amaliah, yakni hukum yang mengatur secara
lahiriah hubungan manusia dengan Allah SWT, antara manusia dengan sesama
manusia, serta manusia dengan lingkungan sekitar. Hukum amaliah ini tercermin
dalam Rukun Islam dan disebut hukum syara/syariat. Adapun ilmu yang
mempelajarinya disebut Ilmu Fikih.
c.
Hukum Khuluqiah, yakni hukum yang berkaitan
dengan perilaku normal manusia dalam kehidupan, baik sebagai makhluk individual
atau makhluk sosial. Hukum ini tercermin dalam konsep Ihsan. Adapun ilmu yang
mempelajarinya disebut Ilmu Akhlaq atau Tasawuf.
Sedangkan khusus hukum syara dapat dibagi menjadi
dua kelompok, yakni:
i.
Hukum ibadah, yaitu hukum yang mengatur hubungan
manusia dengan Allah SWT, misalnya salat, puasa, zakat, dan haji
ii.
Hukum muamalat, yaitu hukum yang mengatur manusia
dengan sesama manusia dan alam sekitarnya. Termasuk ke dalam hukum muamalat
adalah sebagai berikut:
·
Hukum munakahat (pernikahan)
·
Hukum faraid (waris)
·
Hukum jinayat (pidana
·
Hukum hudud (hukuman)
·
Hukum jual-beli dan perjanjian
·
Hukum tata Negara/kepemerintahan
·
Hukum makanan dan penyembelihan
·
Hukum aqdiyah (pengadilan)
·
Hukum jihad (peperangan)
·
Hukum dauliyah (antarbangsa)
2.
Hadist
Kedudukan
Hadist sebagai sumber ajaran Islam selain didasarkan pada keterangan ayat-ayat
Alquran dan Hadist juga didasarkan kepada pendapat kesepakatan para sahabat.
Yakni seluruh sahabat sepakat untuk menetapkan tentang wajib mengikuti hadis,
baik pada masa Rasulullah masih hidup maupun setelah beliau wafat.
Menurut bahasa Hadist artinya jalan hidup yang dibiasakan terkadang jalan
tersebut ada yang baik dan ada pula yang buruk. Pengertian Hadist seperti ini
sejalan dengan makna hadis Nabi yang artinya : ”Barang siapa yang membuat
sunnah (kebiasaan) yang terpuji, maka pahala bagi yang membuat sunnah itu dan
pahala bagi orang yang mengerjakannya dan barang siapa yang membuat sunnah yang
buruk, maka dosa bagi yang membuat sunnah yang buruk itu dan dosa bagi orang
yang mengerjakannya.
Sementara itu Jumhurul Ulama atau kebanyakan para ulama ahli hadis mengartikan
Al-Hadis, Al-Sunnah, Al-Khabar dan Al-Atsar sama saja, yaitu segala sesuatu
yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan
maupun ketetapan. Sementara itu ulama Ushul mengartikan bahwa Al-Sunnah adalah
sesuatu yang berasal dari Nabi Muhammad dalam bentuk ucapan, perbuatan dan
persetujuan beliau yang berkaitan dengan hukum.
Sebagai
sumber ajaran Islam kedua, setelah Alquran, Hadist memiliki fungsi yang pada
intinya sejalan dengan alquran. Keberadaan Al-Sunnah tidak dapat dilepaskan
dari adanya sebagian ayat Alquran :
a.
Yang bersifat global (garis besar) yang
memerlukan perincian,
b.
Yang bersifat umum (menyeluruh) yang menghendaki
pengecualian,
c.
Yang bersifat mutlak (tanpa batas) yang
menghendaki pembatasan,
d.
Isyarat Alquran yang mengandung makna lebih dari
satu (musytarak) yang menghendaki penetapan makna yang akan dipakai dari dua
makna tersebut, bahkan terdapat sesuatu yang secara khusus tidak dijumpai
keterangannya di dalam Alquran yang selanjutnya diserahkan kepada hadis nabi.
B. SUMBER AJARAN ISLAM SKUNDER
1.
Ijtihad
Ijtihad
berasal dari kata ijtihada yang berarti mencurahkan tenaga dan pikiran atau
bekerja semaksimal mungkin. Sedangkan ijtihad sendiri berarti mencurahkan
segala kemampuan berfikir untuk mengeluarkan hukum syar’i dari dalil-dalil
syara, yaitu Alquran dan hadist. Hasil dari ijtihad merupakan sumber hukum
ketiga setelah Alquran dan hadist. Ijtihad dapat dilakukan apabila ada suatu
masalah yang hukumnya tidak terdapat di dalam Alquran maupun hadist, maka dapat
dilakukan ijtihad dengan menggunakan akal pikiran dengan tetap mengacu pada
Alquran dan hadist.
Macam-macam
ijtidah yang dikenal dalam syariat islam, yaitu
Ijma’, yaitu menurut bahasa artinya sepakat, setuju, atau sependapat.
Sedangkan menurut istilah adalah kebulatan pendapat ahli Ijtihad umat Nabi
Muhammad SAW sesudah beliau wafat pada suatu masa, tentang hukum suatu perkara dengan
cara musyawarah. Hasil dari Ijma’ adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para
ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.
a.
Qiyas
Qiyas yaitu berarti mengukur sesuatu dengan yang lain dan menyamakannya. Dengan
kata lain Qiyas dapat diartikan pula sebagai suatu upaya untuk membandingkan
suatu perkara dengan perkara lain yang mempunyai pokok masalah atau sebab
akibat yang sama.
Contohnya adalah pada surat Al isra ayat 23 dikatakan bahwa perkataan ‘ah’,
‘cis’, atau ‘hus’ kepada orang tua tidak diperbolehkan karena dianggap
meremehkan atau menghina, apalagi sampai memukul karena sama-sama menyakiti
hati orang tua.
b.
Istihsan, yaitu suatu proses perpindahan dari
suatu Qiyas kepada Qiyas lainnya yang lebih kuat atau mengganti argumen dengan
fakta yang dapat diterima untuk mencegah kemudharatan atau dapat diartikan pula
menetapkan hukum suatu perkara yang menurut logika dapat dibenarkan.
Contohnya, menurut aturan syarak, kita dilarang mengadakan jual beli yang
barangnya belum ada saat terjadi akad. Akan tetapi menurut Istihsan, syarak
memberikan rukhsah (kemudahan atau keringanan) bahwa jual beli diperbolehkan
dengan system pembayaran di awal, sedangkan barangnya dikirim kemudian.
c.
Mushalat Murshalah, yaitu menurut bahasa berarti
kesejahteraan umum. Adapun menurut istilah adalah perkara-perkara yang perlu
dilakukan demi kemaslahatan manusia.
Contohnya, dalam Al Quran maupun Hadist tidak terdapat dalil yang memerintahkan
untuk membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan tetapi, hal ini dilakukan oleh umat
Islam demi kemaslahatan umat.
d.
Sududz Dzariah, yaitu menurut bahasa berarti
menutup jalan, sedangkan menurut istilah adalah tindakan memutuskan suatu yang
mubah menjadi makruh atau haram demi kepentingan umat.
Contohnya
adalah adanya larangan meminum minuman keras walaupun hanya seteguk, padahal
minum seteguk tidak memabukan. Larangan seperti ini untuk menjaga agar jangan
sampai orang tersebut minum banyak hingga mabuk bahkan menjadi kebiasaan.
e.
Istishab, yaitu melanjutkan berlakunya hukum yang
telah ada dan telah ditetapkan di masa lalu hingga ada dalil yang mengubah
kedudukan hukum tersebut.
Contohnya, seseorang yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu atau belum. Di
saat seperti ini, ia harus berpegang atau yakin kepada keadaan sebelum berwudhu
sehingga ia harus berwudhu kembali karena shalat tidak sah bila tidak berwudhu.
f.
Urf, yaitu
berupa perbuatan yang dilakukan terus-menerus (adat), baik berupa perkataan
maupun perbuatan.
Contohnya
adalah dalam hal jual beli. Si pembeli menyerahkan uang sebagai pembayaran atas
barang yang telah diambilnya tanpa mengadakan ijab kabul karena harga telah
dimaklumi bersama antara penjual dan pembeli.